BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Pemikiran
Kualitas
sumber daya manusia suatu organisasi tergantung kepada kualitas calon-calon
karyawan atau pelamar. Upaya untuk menemukan calon karyawan itu diawali dari
rekruitmen suatu proses untuk menemukan dan menarik pelamar-pelamar yang
berkemampuan untuk bekerja pada suatu organisasi. Proses ini dimulai ketika
organisasi mencari calon-calon karyawan baru dan berakhir pada saat lamaran
kerja diserahkan. Hasil proses rekruitmen adalah sekumpulan pelamar yang
kemudian akan diseleksi untuk mendapatkan karyawan-karyawan baru. Sedangkan
seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan orang-orang dari sekelompok
pelamar yang paling cocok atau yang paling memenuhi syarat untuk menduduki
suatu jabatan atau posisi tertentu. Tujuan dari setiap program seleksi adalah untuk
mengidentifikasikan para pelamar yang memiliki skor tinggi pada berbagai aspek
yang diukur, yang bertujuan untuk menilai, pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, atau karakteristik lain yang penting unutk menjalankan suatu
pekerjaan dengan baik.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang pemikiran di atas, maka masalah yang saya angkat dalam makalah
ini yaitu sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
analisis implementasi kebijakan publik?
2.
Bagaimanakah
model-model implementasinya?
3.
Bagaimanakah
proses rekruitmen sumber daya manusia?
4.
Apa saja yang
menjadi metode dan sumber rekrutmen sumber daya manusia?
5.
Bagaimanakah
pendekatan dalam proses seleksi sumber daya manusia?
6.
Bagaimanakah
Proses seleksi sumber daya manusia?
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Konsep
Analisis Implementasi Kebijakan
Ada buku yang cukup menarik, Analisis
Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik yang
ditulis oleh DR. Joko Widodo, M.S., seorang widyaiswara Diklatpim Jawa Timur.
Buku itu dengan ringan membahas dasar-dasar analisis kebijakan publik.Uraian
dalam buku ini dibuka dengan gambaran situasi pasca reformasi, dimana
pemerintah saat ini sedang mengupayakan otonomi daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat di daerah. Dan memang karena beliau orang daerah, maka
otonomi daerah menjadi dasar pijakan beliau untuk memulai uraian analisis
kebijakan publik. Dalam pandangan saya, akan lebih baik apabila beliau mengutip
tujuan negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 45, karena saya pikir tujuan
tersebut akan lebih universal sebagai pijakan reformasi kebijakan publik, sebab
reformasi publik tidak hanya dilaksanakan di daerah, namun juga di tingkat
pusat.
Untuk menghadapi situasi yang ada
sekarang ini, penulis menuntut ditingkatkannya profesionalisme mesin birokrasi.
“Pemerintahan pada dasarnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah
diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama”. Saya lihat
beliau ingin menerapkan prinsip-prinsip Weberian mengenai birokrasi, dimana
dalam pandangan Weberian, birokrasi diciptakan untuk melayani dan
profesional.Sesuai dengan pandangan ini, kinerja birokrasi harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada khalayak umum, sebab government organizations
are created by the public, for the public and need to be accountable to it.
Sebuah birokrasi harus akuntabel, terbuka dan transparan. Seiring dengan
perkembangan masyarakat dewasa ini, tantangan yang dihadapi organisasi
pemerintahan juga berubah, oleh karena itu, aparatur pemerintah juga perlu
meningkatkan kompetensi diri mereka guna menghadapi tantangan tersebut.
Kompetensi tersebut setidaknya mencakup beberapa virtues yakni
pengetahuan, kecakapan/kapabilitas, keterampilan, keahlian, sikap dan perilaku
untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab yang diamanatkan
khalayak umum kepada mereka.
Dalam tataran yang lebih nyata, tantangan
yang dihadapi oleh pemimpin dan organisasi pemerintahan adalah hal-hal meliputi
peran baru, keterampilan baru dan piranti baru. Peran baru (new role)
meliputi peran para pemimpin pemerintahan sebagai perancang, guru, pengayom,
pendorong sekaligus pelayan. Sebagai seorang perancang, seorang pemimpin harus
berperan sebagai pihak yang merancang dan mengimplementasikan visi, misi,
tujuan, target, kebijakan, nilai dan struktur organisasi. Sebagai seorang guru,
seorang pemimpin harus mampu mendidik dan mengarahkan anggota organisasi untuk
mengenali realitas secara baik, dan menciptakan sebuah organisasi sebagai
sebuah tempat belajar bagi seluruh anggota organisasi. Sebagai seorang pelayan,
seorang pemimpin harus mau melayani seluruh anggota organisasi.
Keterampilan baru yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah keterampilan dalam menciptakan, membangun dan
mengimplementasikan visi bersama, membangun dan menguji model mental serta
keterampilan dalam berpikir secara sistematis. Sedangkan piranti baru dalam
kepemimpinan masa kini adalah sistem informasi kepemimpinan yang akan
memberikan prediksi masa depan secara lebih komprehensif.Oleh karena itu, untuk
memenuhi tantangan masa depan, diperlukan kebijakan publik yang sifatnya lebih
komprehensif dan antisipatif.
Implementasi kebijakan publik sebagai salah satu aktivitas
dalam kebijakan publik, sering bertentangan dengan yang diharapkan, bahkan
menjadikan produk kebijakan itu sebagai menjadi batu sandungan bagi pembuat
kebijakan itu sendiri. Itulah sebabnya implementasi kebijakan publik,
diperlukan pemahaman yang mendalam tentang studi kebijakan publik, yang menurut
Djadja Saefullah dalam prakatanya pada buku Tachjan (2006:ix) bahwa studi
kebijakan publik tersebut dapat dipahami dari dua perspektif, yakni:
Pertama, perspektif politik, bahwa kebijakan publik di
dalamnya perumusan, implementasi, maupun evaluasinya pada hakikatnya merupakan
pertarungan berbagai kepentingan publik di dalam mengalokasikan dan mengelola
sumber daya (resources) sesuai dengan visi, harapan dan prioritas yang ingin
diwujudkan.
Kedua, perspektif administratif, bahwa kebijakan publik
merupakan ikhwal berkaitan dengan sistem, prosedur, dan mekanisme, serta
kemampuan para pejabat publik (official officers) di dalam menterjemahkan dan
menerapkan kebijakan publik, sehingga visi dan harapan yang diinginkan dicapai
dapat diwujudkan di dalam realitas. Memahami kebijakan publik dari kedua
perspektif tersebut secara berimbang dan menyeluruh akan membantu kita lebih
mengerti dan maklum mengapa suatu kebijakan publik tersebut meski telah
dirumuskan dengan baik namun dalam implementasinya sulit terwujudkan.
Di sisi lain, Tachjan (2006;63) mengemukakan bahwa :
“implementasi kebijakan publik, disamping dapat dipahami sebagai salah satu
aktivitas dari administrasi publik sebagai institusi (birokrasi) dalam proses
kebijakan publik, dapat dipahami pula sebagai salah satu lapangan studi
administrasi publik sebagai ilmu.”
Pandangan tersebut, mengarahkan kita bahwa produk kebijakan
apapun yang akan diimplementasikan haruslah mengedepankan pemahaman terhadap
kebijakan publik tersebut, baik dari perspektif politik maupun dari perspektif
administratif secara berimbang. Hal ini sebagai pertimbangan mendasar yang
prinsip dan substansial bahwa setiap kebijakan sejak dirumuskan,
diimplementasikan, sampai tahapan evaluasi pasti bersinggungan dengan perbedaan
kepentingan dalam tataran politik, akan tetapi harus pula membuat kita semakin
proaktif dalam mewujudnyatakan pelaksanaan kebijakan berdasarkan sistem,
prosedur, dan mekanisme, serta kemampuan para pejabat publik sebagai wujud
kehandalan dalam presfektif administratif kebijakan itu sendiri.
2.2 Konsep
Rekruitmen Sumber Daya Manusia
Rekruitmen
adalah proses mendapatkan sejumlah calon tenaga kerja yang kualifaid untuk
jabatan/pekerjaan tertentu dalam suatu organisasi atau perusahaan. Stoner
(1995) mendefinisikan rekrutmen sebagai berikut, “The recruitment is the
development of a pool of job candidates in accordance with a human resource
plan” (Stoner, at all, 1995). Artinya, rekrutmen adalah proses pengumpulan
calon pemegang jabatan yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia untuk
menduduki suatu jabatan atau pekerjaan tertentu.
Henry Simamora (1997:212) dalam buku koleksi digital
Universitas Kristen Petra menyatakan bahwa “Rekrutmen (Recruitment) adalah
serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi,
kemampuan, keahlian dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan
yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.”
Drs. Fautisno Cardoso Gomes (1995:105) menyatakan
bahwa “rekruitmen merupakan proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar
untuk dipekerjakan dalam dan oleh suatu organisasi.”
Menurut Randall
S. Schuler dan Susan E. Jackson (1997:227) dalam Nanang Nuryanta (2008) rekrutmen antara lain meliputi upaya
pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu
sehingga dari mereka perusahaan dapat menyeleksi orang-orang yang paling tepat
untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Sebagai akibatnya rekrutmen tidak
hanya menarik simpati atau minat seseorang untuk bekerja pada perusahaan
tersebut, melainkan juga memperbesar kemungkinan untuk mempertahankan mereka
setelah bekerja. Jadi intinya rekrutmen merupakan usaha yang dilakukan untuk
memperoleh sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mengisi jabatan-jabatan
tertentu yang masih kosong. Selain itu rekrutmen merupakan usaha-usaha mengatur
komposisi sumber daya manusi secara seimbang sesuai dengan tuntutan melalui
penyeleksian yang dilakukan.
Melalui rekrutmen organisasi dapat melakukan
komunikasi dengan pihak-pihak tertentu untuk memperoleh sumber daya manusia
yang potensial, sehingga akan banyak pencari kerja dapat mengenal dan
mengetahui organisasi yang pada akhirnya akan memutuskan kepastian atau tidaknya
dalam bekerja. Dengan rekrutmen diharapkan pencari kerja yang berkualitas
tinggi akan mengetahui adanya kesempatan kerja. Selain itu perlu juga
diusahakan adanya kesan dan image yang positif mengenai organisasi dengan
memberikan informasi yang cukup mengenai pekerjaan sehingga pencari kerja dapat
mempertimbangkan minat dan kualifikasinya. Menurut Umi Sukamti (1989), dalam
proses rekrutmen terdiri dari dua fase, yaitu: (a) untuk memonitor perubahan
lingkungan dan organisasi yang menimbulkan kebutuhan sumber daya manusia baru,
dan menetapkan pekerjaan-pekerjaan yang harus diisi dan tipe-tipe pelamar yang
diperlukan; (b) untuk menyebarluaskan kepada pelamar yang potensial bahwa ada
lowongan pekerjaan, sehingga menarik pelamar yang bersangkutan dan menyisihkan
pelamar yang kurang memenuhi kualifikasi yang diperlukan.
T. Milkovic dan Boudreau, Rekrutmen adalah proses
identifikasi dan pengumpulan calon pelamar yang akan diseleksi untuk memenuhi
permintaan tenaga kerja.
Simamora, rekrutmen adalah serangkaian
aktifitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi , kemampuan dan
keahlian dan pengetahuan yang diperlukan guna memenuhi kekurangan yang
diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.
Menurut Noe at.all ( 2000 )
rekrutmen didefinisikan sebagai pelaksanaan atau aktifitas organisasi awal
denagn tujuan untuk mengidentifikasi dan mencari tenaga kerja yang potensial.
Katifitas rekrutmen akan mempengaruhi beberapa keputusan sebagai berikut:
·
Berapa orang
yang melamar
·
Tipe orang yang
melamar
·
Kemungkinan
pelamar akan diterima untuk mengisi jabatan yang ditawarkan
Aktivitas rekrutmen dimulai sejak
calon mulai dicari dan berakhir saat lanmaran mereka diserahkan dan hasilnya
sekumpulan pelamar yang akan diseleksi.
Menurut Schermerhorn, 1997 Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Rekrutmen merupakan proses komunikasi dua arah. Pelamar-pelamar menghendaki informasi yang akurat mengenai seperti apakah rasanya bekerja di dalam organisasi bersangkutan. Organisasi-organisasi sangat menginginkan informasi yang akurat tentang seperti apakah pelamar-pelamar tersebut jika kelak mereka diangkat sebagai pegawai.
Menurut Schermerhorn, 1997 Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Rekrutmen merupakan proses komunikasi dua arah. Pelamar-pelamar menghendaki informasi yang akurat mengenai seperti apakah rasanya bekerja di dalam organisasi bersangkutan. Organisasi-organisasi sangat menginginkan informasi yang akurat tentang seperti apakah pelamar-pelamar tersebut jika kelak mereka diangkat sebagai pegawai.
Menurut Henry Simamora (1997:214)
proses rekrutmen memiliki beberapa tujuan,
antara lain:
1.
Untuk memikat
sekumpulan besar pelamar kerja sehingga organisasi akan mempunyai kesempatan
yang lebih besar untuk melakukan pemilihan terhadap calon-calon pekerja yang
dianggap memenuhi standar kualifikasi organisasi.
2.
Tujuan pasca
pengangkatan (post-hiring goals) adalah penghasilan karyawan-karyawan yang
merupakan pelaksana-pelaksana yang baik dan akan tetap bersama dengan
perusahaan sampai jangka waktu yang masuk akal.
3.
Upaya-upaya perekrutan
hendaknya mempunyai efek luberan (spillover effects) yakni citra umum
organisasi haruslah menanjak, dan bahkan pelamar-pelamar yang gagal haruslah
mempunyai kesan-kesan positif terhadap perusahaan.
Tujuan dari
rekrutmen adalah mendapatkan calon karyawan yang memungkinkan pihak manajemen
(recruiter) untuk memilih atau menyeleksi calon sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan. Semakin banyak calon yang berhasil
dikumpulkan maka akan semakin baik karena kemungkinan untuk mendapatkan calon
terbaik akan semakin besar. Proses pemilihan atau penyeleksian karyawan/pegawai
disebut dengan proses seleksi. Koontz & Weihrich (1990) menyebutkan
“Selection is the process of choosing from among candidates, from within the
organization or from the outside, the most suitable person for the current
position or for the future positions.” (Koontz & Weihrich, 1990).
2.3 Konsep
Seleksi Sumber Daya Manusia
Seleksi merupakan bagian materi dari operasional
manajer sumber daya manusia yaitu pengadaan (rekrutment), sedangkan pengadaan
itu terdiri dari; perencanaan, perekrutan, seleksi, penempatan dan produksi.
Proses seleksi merupakan tahap-tahap khusus yag digunakan untuk memutuskan
pelamar mana yang akan diterima. Proses tersebut dimulai ketika pelamar kerja
dan diakhiri dengan keputusan pemerintah. Proses seleksi merupakan proses
pengambilan keputusan bagi calon pelamar untuk diterima atau di tolak. Banyak
diperlukan pertimbangan untuk memilih orang yang tepat, pedoman pokok dalam
mengadakan seleksi adalah spesifikasi jabatan, karena dari situasi diketahui
kualitas SDM yang dibutuhkan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai pengertian seleksi, berikut dikemukakan beberapa definisi rekrutmen
menurut beberapa ahli antara lain :
Pengertian seleksi menurut Henry
Simamora (2004:202) seleksi adalah :
“Proses pemilihan dari sekelompok
pelamar, orang atau orang-orang yang paloing memenuhi kriteria seleksi untuk
posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada pada saat ini yang dilakukan
oleh perusahaan”
Sedangkan menurut Sondang P
Siagaan (2006:131) seleksi adalah :
“Proses yang terdiri dar berbagai
spesifikasi, yang diambil untuk memutuskan pelamar mana yang akan diterima atau
pelamar mana yang akan ditolak”
Sedangkan pengertian seleksi
menurut casio (1992) yang dialih bahasakan oleh Amrwansyah dan Muharam”
(2000:53) :
“Proses identifikasi dan
pemilihan orang-orang dari kelompok pelamar yang paling cocok yang
palingmemenuhi syarat untuk jabatan dan posisi tertentu”
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian
seleksi adalah proses memilih seseorang yang cocok untuk menempati suatu
jabatan atau posisi tertentu.
Seleksi
adalah proses identifikasi dan pemilihan orang-orang dari sekelompok pelamar
yang paling cocok atau yang paling memenuhi syarat untuk menduduki suatu
jabatan atau posisi tertentu. Menurut Cascio (1992), tujuan dari setiap program
seleksi adalah untuk mengidentifikasikan para pelamar yang memiliki skor tinggi
pada berbagai aspek yang diukur, yang bertujuan untuk menilai pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, atau karakteristik lain yang penting untuk menjalankan
suatu pekerjaan dengan baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
deskriptif, untuk mengumpulkan data tentang penomena
yang diteliti. Olehnya itu dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat
memberikan gambaran secara umum tentang bagaimanah proses rekrutmen dan seleksi
sumberdaya manusia.
3.2 Sumber Data
Yang Digunakan
Pada pembuatan makalah ini
sumber yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dari buku-buku mengenai
rekrutmen dan seleksi sumber daya manusia serta data dari internet. Sehingga
apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama
dari sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsur
ketidaksengajaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Implementasi
Kebijakan Publik
Analisis
Kebijakan Publik adalah proses penciptaan pengetahuan dari dan dalam proses penciptaan
kebijakan. Maka dari itu analisis kebijakan publik menurunkan beberapa ciri
yakni: (1) analisis kebijakan publik merupakan kegiatan kognitif, yang terkait
dengan proses pembelajaran dan pemikiran. (2) analisis kebijakan publik
merupakan hasil kegiatan kolektif, karena keberadaan sebuah kebijakan pasti
melibatkan banyak pihak, dan didasarkan pada pengetahuan kolektif dan
terorganisir mengenai masalah-masalah yang ada. (3) Analisis kebijakan
merupakan disiplin intelektual terapan yang bersifat reflektif, kreatif,
imajinatif dan eksploratori. (4) analisis kebijakan publik berkaitan dengan
masalah-masalah publik, bukan masalah pribadi walaupun masalah tersebut
melibatkan banyak orang.
Implementasi adalah proses untuk
memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut.
implementasi juga di gambarkan sebagai wujud dari pelaksanaan kebijakan yang
telah di tentukan.
Kebijakan
Publik adalah suatu konsep, sistem, prosedur dan rencana yang bertujuan untuk
dilaksankan dan diterapkan oleh pihak yang berwenang dan berlaku unuk semua
orang dengan satu tujuan adalah kepentingan bersama.
Implementasi kebijakan
Publik adalah proses pelaksanaan dan penerapan kebijkan publik bagi masyarakat umum.
1.Kebijakan yang
diinginkan (idealized policy); pola interaksi yang dikehendaki dan apa yang
hendak diubah oleh suatu kebijakan.
2.Kelompok sasaran
(target group); sekelompok masyarakat yg hendak dipengaruhi dan diubah.
3.Organisasi pelaksana
(implementing organisation); sebuah satuan birokrasi pemerintah yang
bertanggungjawab atas kebijakan tertentu.
4.Faktor lingkungan
(environmental factors); unsur-unsur lingkungan kebijakan yang mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan.
4.2 Model-model Implementasi
Pendekatan
yang digunakan dalam menganalisis implementasi kebijakan tentang konservasi
energi adalah teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III. Dimana
implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang
apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut George C.
Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi
(Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes)
dan struktur birokrasi (bureucratic structure).
Ke empat faktor di atas
harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya
memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita adalah meningkatkan pemahaman tentang
implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown
(diturunkan) melalui eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip.
Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi
banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga
dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi.
Sumber : George III Edward
:implemeting public policy, 1980
Faktor –faktor yang
berpengaruh dalam implementasi menurut George C. Edwards III sebagai berikut :
a. Komunikasi
Implementasi akan
berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami
oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan.
Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan
secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran
dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara
tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan
suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya
untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber
informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula.
Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan
sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.
Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan
harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan.
Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi
kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan.
Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga
jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya
komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi
kebijakan.
b. Sumberdaya
Tidak menjadi masalah
bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan bagaimana akuratnya
komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan
program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini
meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan
cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait
dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat
diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas
pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan
sarana prasarana.
Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.
Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan.
Informasi merupakan
sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu
informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi
pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi
tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang.
Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan
para pelaksana dilapangan. Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana
melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak
bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan
inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu
terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting
adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan
untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf,
maupun pengadaan supervisor.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
c. Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang
mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika
implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan
melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan
pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk
sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana,
petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau
penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami
maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam
melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada
didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi
program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam
mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan
sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan
menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung
program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan
karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup
guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan
bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.
d. Struktur Birokrasi
Membahas badan pelaksana
suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur
birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang
terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik
potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan
kebijakan.
4.3 Proses
Rekruitmen Sumber Daya Manusia
Melalui
perencanaan sumber daya manusia dapat diketahui kesenjangan antara kebutuhan
atau permintaan karyawan dengan ketersediaan karyawan baik dari segi jumlah
maupun mutu atau kualifikasi. Jika diketahui bahwa karyawan yang tersedia lebih
kecil dan yang dibutuhkan dilakukanlah rekrutmen.
Sebelum
memutuskan untuk melakukan rekruitmen, organisasi perlu mempertimbangkan
sejumlah alternatif seperti disebutkan diatas, misalnya meminta karyawan yang
ada untuk bekerja lebih lama dari waktu kerja normal (lembur) Kadang-kadang
kondisi kurangnya jumlah karyawan hanya berlangsung untuk periode yang pendek.
Pada musim tertentu, misalnya terjadi lonjakan permintaan barang yang
menyebabkan munculnya kebutuhan untuk menambah karyawan. Dalam keadaan seperti
ini pilihan yang mungkin paling baik adalah mempekerjakan tenaga paruh-waktu
atau memberlakukan kerja lembur.
Bila
suatu organisasi atau perusahaan akhirnya memutuskan untuk melakukan rekrutmen,
tersedia dua pilihan sumber rekrutmen, yakni dari dalam organisasi itu sendiri
atau dari luar organisasi. Masing-masing sumber ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berbagai metode penarikan karyawan dengan menggunakan sumber
internal dan eksternal.
Proses rekruitmen dipengaruhi juga oleh
sejumlah faktor eksternal. Salah satu faktor yang terpenting adalah penawaran
dan permintaan terhadap keterampilan tertentu dalam pasar tenaga kerja. Bila
permintaan terhadap keterampilan atau tenaga terampil tertentu jauh lebih tinggi
dibandingkan penawarannya, maka upaya rekruitmen menjadi sangat sukar.
Pertimbangan-pertimbangan
hukum atau peraturan di bidang ketenagakerjaan juga memainkan peran penting
dalam proses rekruitmen. Misalnya, aturan yang melarang tindakan diskriminasi
dalam rekrutmen, batasan usia karyawan, dan sebagainya. Faktor lain yang
mempengaruhi rekruitmen adalah citra perusahaan. Jika para karyawan percaya
bahwa pengusaha memperlakukan mereka secara adil, dukungan yang mereka berikan
lewat informasi dari mulut ke mulut akan sangat berarti bagi perusahaan. Citra
yang terbentuk lewat proses seperti ini akan membantu menciptakan kredibilitas
perusahaan di mata calon karyawan atau pelamar. Reputasi yang diperoleh
kemudian akan berujung pada diperolehnya pelamar-pelamar dalam jumlah lebih
banyak dan kualifikasi yang lebih baik.
Selain
faktor-faktor eksternal, proses rekruitmen juga dipengaruhi oleh
praktik-praktik dan kebijakan organisasi itu sendiri. Faktor internal utama
yang dapat berperan besar dalam membantu proses rekruitmen adalah perencanaan
sumber daya manusia. Pada umumnya, perusahaan tidak dapat menarik calon-calon
pelamar dalam jumlah yang cukup dan keterampilan yang dibutuhkan dalam waktu
singkat. Pengkajian atas sumber-sumber alternatif pelamar dan penentuan metode
yang paling produktif untuk menarik mereka membutuhkan banyak waktu. Setelah
mengidentifikasikan alternatif terbaik, manajer sumber daya manusia dapat
membuat rencana rekruitmen yang tepat.
Kebijakan
promosi perusahaan dapat juga memberikan dampak yang berarti terhadap
rekrutmen. Pada dasarnya suatu organisasi dapat memberi penekanan pada
kebijakan promosi dari dalam (promotion from within) atau kebijakan untuk
mengisi posisi yang lowong dengan calon dari luar organisasi. Masing-masing
kebijakan ini memiliki keuntungan, tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh
suatu organisasi.
Keuntungan
kebijakan promosi dari dalam antara lain : (a) para karyawan mempunyai dorongan
unutk mengembangkan diri atau makin sadar akan peluang mereka dalam organisasi,
sehingga akan meningkatkan semangat kerja (b) organisasi memiliki informasi
yang memadai tentang kemampuan atau kapabilitis para karyawannya (c) para
karyawan telah memiliki pengetahuan yang memadai tentang organisasi,
kebijakan-kebijakannya dan orang-orangnya.
4.4 Metode dan
Sumber Rekruitmen Sumber Daya Manusia
Secara
umum, sumber rekruitmen dapat digolongkan ke dalam dua jenis: sumber internal
dan sumber eksternal. Metode rekruitmen internal:
Job posting dan
job bidding
Job posting adalah suatu prosedur untuk memberikan
informasi kepada karyawan tentang adanya posisi yang lowong dalam
organisasi/perusahaan. Sedangkan job bidding adalah teknik/mekanisme yang
memberikan kesempatan kepada para karyawan yang dipercaya bahwa mereka memiliki
kualifikasi yang dibutuhkan untuk melamar posisi yang lowong.
1.
Referensi
pegawai lama.
2.
Rencana
suksesi/penggantian karyawan.
Rekruitmen eksternal dilakukan bila organisasi:
·
Perlu mengisi
jabatan-jabatan entry-level.
·
Memerlukan
keahlian atau keterampilan yang belum dimiliki.
·
Memerlukan
karyawan dengan latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan ide-ide baru.
Walker (1992) mengemukakan bahwa merekrut individu
dari luar organisasi menjadi penting karena:
·
Memungkinkan
masuknya bakat-bakat baru dengan gagasan baru, pengalaman yang berbeda, dan
keragaman keterampilan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan
perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
·
Mendorong
masuknya keragaman budaya ke lingkungan kerja dan masuknya wakil-wakil
minoritas ke dalam berbagai kategori pekerjaan.
·
Secara
berkelanjutan menciptakan suatu standar mutu untuk mengarahkan pelatihan dan
pengembangan internal serta keputusan-keputusan seleksi/retensi.
·
Memungkinkan
masuknya bakat-bakat yang lebih muda dan kurang berpengalaman (dengan biaya
yang lebih rendah) kedalam jalur pengembangan jangka panjang.
Sumber rekruitmen eksternal:
·
Sekolah
·
Perguruan tinggi
·
Perusahaan lain
·
Orang yang belum
bekerja
Metode rekruitmen eksternal:
1.
Iklan (surat
kabar, televisi, radio, dan lain-lain).
2.
Agen tenaga
kerja (pemerintah dan swasta).
3.
Executive Search
Firms/Headhunters.
4.
Hubungan dengan
perguruan tinggi.
5.
Magang.
6.
Asosiasi
profesional.
7.
Referensi
pegawai lama,
8.
Lamaran “tak
diminta”.
Kriteria keberhasilan proses rekruitmen:
·
Jumlah pelamar.
·
Jumlah
panggilan/penawaran.
·
Jumlah yang
diterima.
·
Jumlah
penempatan yang berhasil.
4.5 Pendekatan
dalam Proses Seleksi Sumber Daya Manusia
Proses
seleksi menurut beberapa ahli dianggap sebagai proses penyewaan tenaga ahli
(the hiring process). Mereka menganggap hiring dan selection merupakan konsep
ketenagakerjaan yang “interchangeable” (dapat saling ditukar istilahnya). Dalam
proses seleksi. Akan terjadi proses “menyewa” (bagi pelamar kerja yang lolos
seleksi) dengan “tidak jadi menyewa” (bagi pelamar yang tidak memenuhi syarat),
maka mereka lebih menyukai “proses seleksi” daripada “proses penyewaan” tenaga
kerja.
Dalam
proses seleksi ada dua pendekatan yang cukup menonjol pada abad ke-20 ini,
yaitu:
1.
Pendekatan
Succesive Hurdles
Sebagian besar proses seleksi yang berjalan sampai
saat ini berdasarkan konsep Succesive Hurdles. Itu berarti bahwa untuk
berhasilnya pelamar tenaga kerja diterima dalam suatu organisasi, mereka harus
lulus dan berbagai persyaratan yang telah ditentukan secara bertahap. Mulai
dari mengisi blanko lamaran, tes-tes, wawancara, mengecek seluruh latar
belakang pribadi pelamar, dan pemeriksaan medis maupun pemeriksaan relevant
lainnya, dan sebagainya. Segala macam tes atau pemeriksaan tersebut itulah yang
disebut “hurdles” dan harus lulus dengan hasil baik satu per satu atau secara
berurutan (succesive).
2.
Pendekatan
Compensatory
Pendekatan yang lain, yang rupanya kurang biasa
dipergunakan, didasarkan pada pra anggapan bahwa kekurangan pada satu faktor di
satu pihak sebenarnya dapat “ditutupi” oleh faktor seleksi lainnya yang cukup
baik di pihak lain. Seorang pelamar dapat diterima menjadi tenaga kerja dalam
suatu organisasi berdasarkan pada kumpulan hasil secara menyeluruh dan seluruh
tes yang dilakukan. Dari semua tes tersebut, mungkin nilainya ada yang agak
kurang dalam satu tes, tetapi berlebihan di tes-tes yang lain, sehingga jumlah
hasil akhir yang dicapai memenuhi persyaratan untuk diterima.
4.6 Proses
Seleksi Sumber Daya Manusia
Di
dalam proses seleksi dikenal dua sistem atau filosofi, yaitu sistem gugur
(successive hurdles) dan sistem kompensatori (compesatory approach). Pada
sistem yang pertama, seorang peserta mengikuti tahap seleksi satu demi satu
secara bertahap. Jika tidak lulus pada satu tahap, maka peserta dinyatakan
gugur dan tidak dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya. Pada sistem
kompensatori, peserta mengikuti seluruh tahap seleksi atau seluruh tes yang
diberikan. Kelulusan peserta ditentukan dengan mengevaluasi nilai atau hasil
dari seluruh tahap atau tes itu. Nilai tinggi pada satu tahap atau tes dapat
mengkompensasi nilai rendah pada tahap atau tes yang lain.
Karakteristik
Tes dalam Seleksi sebuah tes atau instrumen seleksi yang baik harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Standarisasi,
sebuah tes yang baik harus memiliki keseragaman prosedur dan kondisi bagi semua
peserta.
2.
Objektivitas,
untuk semua jawaban yang sama harus diberikan hasil/nilai yang sama.
Hasil/nilai tes tidak boleh didasarkan atas subjektivitas terhadap aspek-aspek tertentu
dari peserta tes.
3.
Norma, setiap
tes harus memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk membandingkan prestasi
pelamar. Tanpa norma, hasil seorang peserta tidak dapat di klasifikasikan :
apakah nilainya baik atau buruk, apakah ia lulus atau tidak, apakah nilainya
lebih baik atau lebih buruk dibandingkan peserta lain.
4.
Reliabilitas,
berarti bahwa sebuah alat seleksi (biasanya sebuah tes) memberikan hasil yang
konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini.
5.
Validitas,
berarti bahwa alat seleksi (biasanya sebuah tes) berhubungan secara signifikan
dengan prestasi kerja atau dengan kriteria lain yang relevan. Dengan kata lain,
sebuah tes dikatakan valid jika ia benar-benar mengukur apa yang ingin diukur.
Jenis-jenis tes seleksi karyawan dapat diuraikan
sebagai berikut:
·
Tes bakat
kognitif (cognitive aptitude test): tes ini mengukur kemampuan seseorang untuk
belajar dan sekaligus menjalankan suatu pekerjaan (kemampuan verbal, numeric,
kecepatan persepsi, penalaran dan kemampuan “spatial”). Selain itu, tes ini
dimaksudkan untuk memprediksi prestasi kerja dimasa yang akan datang.
·
Tes kemampuan
psikomotor: tes ini mengukur kekuatan, koordinasi, dan kecekatan jari/tangan.
·
Tes pengetahuan
tentang pekerjaan: tes ini mengukur seseorang kandidat tentang tugas-tugas dari
jabatan yang akan dilamarnya.
·
Tes sampel
pekerjaan.
·
Tes minat
kejuruan: tes ini menunjukan bidang pekerjaan yang paling diminati seseorang
dan yang paling mungkin memberikan kepuasan baginya.
·
Tes kepribadian
(personality test): tes ini dirancang untuk mengukur/ mengevaluasi
konsep-konsep abstrak atau ciri-ciri seperti kematangan emosi, sosiabilitas,
agresivitas, kemandirian, konformitas, tanggung jawab.
·
Tes penggunaan
obat (drugs lest).
·
Tes untuk
Acquired Immune Deficincy Syndrome atau tes untuk mengetahui apakah kandidat
mengudap penyakit AIDS.
·
Tes wawancara
pekerjaan (job interview).
·
Tes kelengkapan
formulir lamaran kerja (application form requirement test).
·
Tes psikologi
(psychological test).
·
Tes kesehatan
(healthy test).
·
Tes sikap
(attitude test).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam menjaga eksistensi suatu organisasi diperlukan proses
rekrutmen dan seleksi yang
tepat dan memenuhi syarat. Berjalannya proses rekrutmen dan seleksi
ditentukan oleh faktor dari dalam organisasi
dan faktor dari luar (lingkungan) organisasi. Untuk itu diperlukan perhatian
yang khusus dalam mengelola proses rekrutmen dan seleksi pada suatu organisasi. Dari mulai
perencanaaan sampai dengan saat rekrutmen dan seleksi tersebut dijalankan.
5.2 Saran
Pada proses rekrutmen dan seleksi
harus disesuaikan antara kemampuan pelamar kerja dan deskripsi pekerjaan yang
ada. Agar nantinya tidak ada pekerjaan yang ditempati oleh orang yang tidak
sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Hal ini perlu dilakukan agar
organisasi yang menerima pelamar kerja dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tahir, Arifin. 2011. Kebijakan Publik & Transparansi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta : Pustaka Indonesia Press.
Sofyandi, Herman. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Samsudin, Sadili. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung :
Pustaka Setia.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta : Rineka Cipta.
Hasibuah, Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar