Bagi
mahasiswa S1, KKS (Kuliah Kerja Sibermas) adalah syarat mutlak untuk bisa
menyelesaikan studinya karena kalau tidak demikian maka kita dianggap tidak
mampu mengamalkan Tridharma Perguruan Tinggi khususnya dharma pengabdian pada
masyarakat. Saya kira kita semua tahu apa dan bagaimana KKS itu namun bagi
mereka yang belum pernah merasakan atau menjalaninya tentunya dalam benak
mereka bertanya-tanya “bagaimana yah rasanya”. Maka pada tulisan yang singkat
ini saya akan berbagi cerita tentang suka dukanya ketika saya menjalani KKS.
Diawali
dengan saat di mana pendaftaran KKS dibuka secara online bagi mahasiswa yang
SKSnya telah mencukupi untuk dapat mengikuti KKS. Saya pun mendaftarkan diri
karena mengingat SKS saya telah mencukupi untuk ikut serta dalam kegiatan KKS
tersebut. Pendaftaran ini dilakukan jauh hari sebelum kegiatan berlangsung
karena banyak hal yang mengharuskan kita untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan kegiatan KKS itu sendiri.
Sesi
pendaftaran pun telah saya lakukan tinggal menunggu beberapa hari kedepan untuk
mengikuti coaching yang diadakan oleh
panitia. Saat itu pembagian kelompok atau lokasi belum satu orang pun mahasiswa
yang tahu sehingga menimbulkan keresahan di benak para mahasiswa. Tapi bagi
saya pribadi itu bukan sesuatu hal yang membuat saya resah justru saya
menginginkan di kelompok itu terdapat berbagai macam karakter mahasiswa yang
saya tidak kenali bahkan tidak saya pahami serta lokasi yang saya inginkan
justru berbeda dengan apa yang teman-teman saya inginkan, karena saya
menginginkan lokasi yang benar-benar belum terjamah oleh pengaruh modernisasi,
yang masih jauh dari itu bahkan tertinggal.
Waktu
coaching pun tiba bagi para mahasiswa
peserta KKS, namun pelaksanaannya dibagi dalam dua tahap dan saya mendapatkan
tahap kedua. Dalam coaching ini kami
diberi pembobotan materi-materi tentang bagaimana menyikapi persoalan-persoalan
yang kemudian muncul dalam pelaksanaan KKS di lapangan. Materi-materi yang kami
dapatkan tentunya berkaitan dengan cara-cara bersosialisasi yang baik serta
peran kita dalam memberdayakan masyarakat karena dalam kegiatan KKS ini kita
berfungsi sebagai mediator. Kegiatan coaching
ini sangat menyenangkan karena kita mendapat berbagai macam pengetahuan
disamping itu kita juga bisa berkumpul dengan teman-teman diberbagai Fakultas
yang ada.
Setelah
coaching selesai maka tinggallah
menunggu pengumuman pembagian kelompok serta lokasi yang akan kita tempati.
Saat itu pun tiba, pagi sekali saya bergegas pergi ke kampus dan berharap belum
terlalu banyak orang yang menggunakan layanan hotspot kampus agar mengakses datanya lebih cepat karena pengumuman
dilakukan secara online. Akhirnya
setelah saya membuka situsnya dan ternyata lokasi penempatan saya di Desa
Pangeya Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo dengan kesembilan orang teman yang
selokasi dengan saya namun tidak satu orang pun saya kenali sebab kami berasal
dari fakulatas yang berbeda. Saya sangat lega karena telah mengetahui lokasi
bahkan teman-teman yang sekelompok dengan saya di lokasi, walaupun seperti itu sempat
terlintas di benak saya kondisi desa serta karakter teman-teman yang sedikit
membuat saya resah. Terlepas dari itu saya hanya bisa berharap kami bisa
bekerja sama dan dapat diterima dengan baik di desa yang akan kami tempati itu.
Hari
di mana perkenalan pun tiba, sangat sibuk rasanya mencari teman-teman yang
selokasi dengan saya. Kami berkesempatan bertemu di samping gedung perpustakaan
pusat UNG, tapi lucunya sudah berapa lama saya berada di tempat tersebut, saya
tidak mendapatkan seorangpun teman yang selokasi dengan saya namun ketika
mereka menyebut nama saya dengan suara lirih barulah saya tahu bahwa itulah
kelompok saya padahal mereka itu dari tadi berada di samping saya. “Yah maklum
begitulah kalau tidak saling mengenal”. Pertemuan itu kami awali dengan perkenalan
seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”, itulah ungkapan yang sering
kita dengar dan memang benar adanya bahwa pertemuan awal itu dapat
menggambarkan bagaimana akhirnya. Setelah sesi perkenalan selesai sebenarnya
agenda yang akan kami bahas yakni tentang persiapan-persiapan yang harus
disiapkan sebelum berangkat ke lokasi serta pemilihan Koordinator Desa (Kordes)
hanya saja ada dua orang teman yang belum sempat hadir karena ada berbagai hal
yang kiranya sangat penting yang mengharuskan mereka untuk menyelesaikannya
sehingga agenda ini pun kemudian kami batalkan dan nanti dilanjutkan keesokan
harinya setelah kami semua berkesempatan untuk berkumpul.
Keesokan
harinya, alhamdulillah kami semua berkesempatan bertemu di teras Pusat Bahasa
UNG dan langsung membicarakan tentang persiapan-persiapan yang harus kami
siapkan untuk dibawah di lokasi nanti. Setelah berbincang-bincang sedikit
tentang persiapan-persiapan tersebut kami pun langsung mengadakan musyawarah
kelompok untuk memilih dan menetapkan Koordinator Desa (Kordes). Suasana mulai
hening, berpikir tentang siapa yang pantas dan bertanggung jawab ketika
terpilih menjadi Kordes nanti. Akhirnya semua mata tertuju ke saya dan tanpa
pikir panjang mereka langsung menunjuk saya menjadi ketua kelompok dalam hal
ini Kordes mereka. Pikir saya, padahal sedikitpun mereka belum terlalu mengenal
siapa saya dan sayapun dipilih entah dinilai dari aspek apa sehingga dianggap
layak menjadi ketua mereka. Saya terdiam sejenak dan hanya mengatakan kepada
mereka bahwa “memilih Ketua atau Kordes bukan di lihat dari pantas tidaknya
orang itu, melainkan dari kesiapan dia untuk mengemban amanah yang teman-teman
berikan kepadanya”. Bahasa saya itu sebenarnya mengisyaratkan ketidaksiapan
saya dalam mengemban amanah tersebut. Bukan karena saya tidak mampu tetapi
karena saya dibingungkan oleh keadaan yang menjadikan saya takut nantinya saya
tidak mampu mengemban amanah yang telah diamanahkan ke saya. Tapi walau
bagaimana usaha saya menolak tetap itu tidak berhasil, karena mereka beralasan
tidak ada yang siap menjadi Kordes. Yah apa boleh buat saya harus menerimanya
dan tanpa berlama-lama saya langsung membagi tugas kepada mereka sehingga
kemudian kami langsung bergegas mempersiapkan apa yang kami butuhkan di lokasi.
Segala macam yang kami persiapkan sudah siap keesokan harinya, dan tinggal
menunggu hari pemberangkatan.
Sebelum
hari pemberangkatan kami semua peserta KKS masih berkesempatan berkumpul di
Gedung Indoor untuk memperoleh atribut KKS yang akan dibagikan oleh panitia.
Karena begitu banyaknya peserta KKS, pembagian atributpun dilakukan sampai pada
malam hari. Dan pada malam itu ada sebagian peserta KKS yang akan berangkat ke
lokasi yang berada di daerah Sulawesi Utara. Setelah mendapatkan atribut saya
bergegas menuju gedung rektorat yang kebetulan di halaman depannya terdapat
para peserta KKS yang akan berangkat malam itu. Saya mampir sebentar hanya
bermaksud untuk memberikan semangat kepada mereka teman-teman saya yang akan
berangkat ke lokasi penempatannya.
Malam
di waktu keesokan harinya pemberangkatan khusus untuk daerah Pohuwato, entah
apa yang saya pikirkan sehingga barang ataupun perlengkapan KKS sudah saya packing semuanya. Akhirnya apa yang saya
takutkan terjadi di mana saya tidak mampu mengemban amanah dari teman-teman karena
rela mengikuti kata hati saya yang hanya sekedar mengejar fatamorgana belaka.
Saya pun ikut bersama rombongan peserta KKS Pohuwato, tapi sebelumnya saya
telah bertemu dengan Kordes kelompok peserta KKS yang di tempatkan di Desa Bunuyo
Kecamatan Paguat. Saya diterima di kelompok tersebut baik dari mereka serta
Dosen Pembimbing Lapangan yang bertanggung jawab di desa tersebut. Awal
bergabung dengan kelompok yang baru rasanya sungguh aneh, ingin bicara entah
harus mulai dari mana. Sepanjang jalan saya hanya bisa diam rasanya seperti
berada di tempat di mana tidak ada satu orang pun yang mengenali saya, karena
memang mereka tidak mengenali saya begitu baik. Sesampainya di Kabupaten
Pohuwato kami masih berkumpul di Kantor Bupati. Kami mengira bahwa makanan yang
disiapkan oleh panitia akan dibagikan di kantor tersebut ternyata makanan yang
disiapkan itu dibagikan di warung pinggiran pantai yang tempatnya sering
dikenal dengan tempatnya Pohon Cinta. Setelah kami tahu, kamipun langsung bergegas
ke tempat tersebut berharap masih mendapatkan jatah makanan yang telah
disediakan panitia tetapi naasnya yang kami dapatkan hanyalah dos besar yang
kosong entah kemana isinya. Setelah kami selidiki ternyata makanan yang
disediakan panitia telah habis, entah ini kesalahan panitia yang tidak mampu
memenej atau peserta KKS yang terlalu rakus tanpa mengingat peserta lain yang
belum mendapatkan jatah makanan tersebut. Yah apa boleh buat, dari pada kami
kelaparan kami membiayai makanan kami masing-masing. Sehabis makan kami
istrahat sejenak melihat pemandangan pantai Pohuwato yang begitu indah, di
samping itu saya smsan dengan teman-teman yang selokasi dengan saya sebelumnya.
Isi sms saya berupa pernyataan maaf kepada mereka karena tidak mampu mengemban
amanah yang telah mereka berikan kepada saya. Sebelumnya saya mengira mereka
akan marah besar tapi ternyata mereka mengerti dengan keadaan saya. Istrahat
pun telah selesai dilanjutkan dengan perjalanan kembali dan kali ini langsung
menuju lokasi penempatan kami tepatnya di Desa Bunuyo Kecamatan Paguat
Kabupaten Pohuwato.
Pertama
kalinya sampai di lokasi, kami disambut oleh Kepala Desa langsung di rumahnya
dan sambil bercerita sedikit tentang persoalan KKS yang akan dilaksanakan di
Desa tersebut. Tidak lama kemudian tiba-tiba DPL pun datang dan memulai
pembicaraan dengan Kepala Desa tentang maksud dan tujuan pelaksanaan KKS yang
kebetulan bertempat di Desa Bunuyo itu sekaligus permohonan izin atas
pelaksanan KKS yang dilaksanakan di desa tersebut. Setelah kami diberi izin
untuk melaksanakan KKS di desa tersebut, DPL pun langsung bergegas pergi menuju
desa yang lain karena DPL kami bertanggung jawab atas beberapa desa di mana
terdapat peserta KKS yang menjadi bimbingannya. Tanpa berlama-lama kami pun
langsung membicarakan tentang posko sekaligus tempat yang akan kami tinggali.
Kami mengusulkan kepada Kepala Desa agar kiranya dapat menempatkan kami disatu
tempat namun karena keterbatasan tempat tersebut sehingga kamipun dibagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yakni tiga orang perempuan tinggal di
rumah Kepala Desa dan kelompok kedua dengan tiga orang perempuan tinggal di
rumah warga samping rumah Sekretaris Desa serta kelompok ketiga dengan lima
orang laki-laki termasuk saya di dalamnya tinggal di rumah kosong tepatnya di
depan rumah Kepala Desa. Setelah itu kami langsung ke tempat tinggal kami
masing-masing. Sesampainya di tempat yang akan kami tinggali tersebut, kami
terdiam sejenak melihat kondisi rumah yang begitu memprihatinkan. Maklum rumah
yang tanpa penghuninya, jelas-jelas sangat kotor. Sudah kotor, tidak ada air
dan listrik lagi. Akhirnya dengan segala usaha yang kami lakukan, persoalan itu
dapat kami taktisi.
Setelah
Ghost Home tersebut sudah cukup layak
untuk ditinggali, maka kami pun mengatur barang-barang kami kemudian
dilanjutkan dengan pertemuan kelompok yakni membahas tentang langkah awal yang
akan kami lakukan setelah itu kami istrahat menunggu hingga pagi tiba. Tugas
pertama di lokasi untuk satu minggu pertama adalah observasi lokasi untuk
mengetahui kondisi desa maupun masyarakat sebagai bahan untuk membuat program.
Untuk melakukan observasi ini, kami harus sering-sering bersilaturahmi dengan
masyarakat untuk berdialog. Awalnya masyarakatnya baik mulai dari rema muda
sampai orang-orang tuanya tidak begitu menghiraukan kehadiran kami di desa
tersebut, sehingga hal inilah yang kemudian menuntut kami mencari alternatif
agar bisa dekat dengan mereka. Kami pun berbagi tugas untuk bersilaturahim dan
saat itu tugas saya bersilaturahim ke Dusun Tengah. Selama masa observasi,
setelah Shalat Ashar saya bersilaturahim ke rumah-rumah warga terutama kepada
Tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut. Setelah masa observasi
selesai kami langsung menyusun rencana program yang kemudian akan
dilokakaryakan.
Beberapa
hari kemudian program yang telah kami susun kami lokakaryakan di hadapan Aparat
Desa, masyarakat dan Tokoh masyarakat serta Babinkantibmas. Pada kesempatan itu
saya bertindak sebagai moderator yang memimpin jalannya kegiatan tersebut. Hebatnya
cukup banyak masyarakat yang kritis dalam forum tersebut. Walau demikian,
program kami semuanya dapat diterima oleh mereka dan bahkan bertambah dengan
program-program lain yang mereka usulkan. Tetapi ada satu hal yang menjadi
kegelisahan kami disaat Kepala Desa menginginkan bahwa kami harus menghasilkan
dana dalam merealisasikan program kerja dengan usaha-usaha kreatif yang harus
kami buat sendiri tanpa menghimpun dana dari masyarakat. Bagaimana tidak
gelisah kalau program-program yang direncanakan hampir semuanya memerlukan
dana. Setelah lokakarya berakhir saya pun kembali ke posko dan membuat catatan
kecil tentang program-program yang diprioritaskan serta merencanakan program
yang harus di dahulukan tentunya program-program yang tanpa mengeluarkan dana.
Hari
demi hari berlalu saya disibukkan dengan berbagai macam kegiatan yang
memusingkan kepala. Bagaimana tidak kalau persoalan administrasi sampai dengan
pembuatan proposalnya saya yang harus menghandle-nya.
Padahal Kepala Desa tidak mengizinkan kami untuk membuat proposal tapi apa
boleh buat dengan bermodalkan adanya usaha kreatif produksi es kelapa muda saya
beranikan diri untuk tetap buat proposal tersebut. Dengan alasan bahwa kami
telah berusaha untuk mendapatkan dana sesuai dengan apa yang diinginkan Kepala
Desa namun usaha itupun tidak cukup untuk mendapatkan sejumlah dana yang akan
digunakan untuk membiayai program-program kami sehingga alternatif terakhir yah
harus lewat proposal. Anehnya proposal yang telah saya buat itu ditandatangani
oleh Kepala Desa. Dalam benak saya “entah apa yang Kordes katakan sehingga
Kepala Desa mau menandatangani proposal tersebut”. Pikir kami mungkin di antara
Kordes dan Kepala Desa ada hubungan yang spesial, hehe. Dengan ketambahan dana
dari proposal-proposal yang dibuat tersebut akhirnya semua kegiatan berjalan
sebagaimana yang kami harapkan walaupun saat itu bertepatan dengan bulan puasa
namun itu bukan menjadi penghalang bagi kami untuk tetap semangat bekerja. Di
samping sibuk menjalankan program, kami pun banyak bermain bersama para
anak-anak dan pemuda sehingga semenjak kehadiran kami keadaan desa yang tadinya
sunyi menjadi cukup ramai. Satu hal yang tidak pernah dapat saya lupakan adalah
ketika kami mencari biak dan luawo di siang hari bolong layaknya si bocah
petualang. Biak dan luawo ini adalah hewan yang hidup di rawa, enaknya kalau
dimasak dengan kecap atau disate. Bukan hanya itu, kami bersama para pemuda
juga pernah mengeringkan empang Kepala Desa untuk mengambil sebagian ikan yang
ada untuk dipindahkan ke kolam percontohan yang telah kami buat. Bukannya
mengambil ikan malah bermain becek seperti anak-anak yang masa kecilnya kurang
bahagia. Inilah yang kemudian menjadikan kami begitu dekat dengan para pemuda, anak-anak
khususnya masyarakat sekitar.
Hingga
pada akhirnya tak terasa kurang lebih dua bulan sibuk tenggelam dalam aktifitas
KKS. Disaat kami merasa sudah dekat satu sama lain kami sudah harus berpisah,
baik dengan anggota KKS maupun dengan masyarakat Bunuyo. Hal ini menimbulkan
kesedihan bagi saya pribadi. Ingin rasanya menunda penarikan padahal awalnya
sampai di lokasi inginnya cepat-cepat penarikan. Begitulah rasanya ketika kita
belum atau sudah berjabat hati dengan masyarakat sekitar. Dan kini saatnya
detik-detik untuk meninggalkan lokasi KKS untuk kembali ke kampus. Kami pun berpamitan
dengan masyarakat dengan diiringi butiran-butiran air mata yang menghiasi
suasana hari itu.
Kini
kami telah kembali ke kampus. Segala peristiwa, suka dan duka di lokasi KKS
akan menjadi kenangan indah yang tidak akan terlupakan walau terkikis oleh
waktu. Mudah-mudahan semua yang kami lakukan dapat memberikan manfaat besar
bagi masyarakat Bunuyo dan sekitarnya. Besar harapan saya KKS kali ini
mudah-mudahan menjadi ikatan persaudaraan selamanya. Terima kasih saya ucapkan
pada Pemerintah Desa beserta warga Desa Bunuyo, saat saya sukses nanti saya
akan berkunjung ke sana lagi bersama teman-teman KKS Desa Bunuyo. Amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar